Puisi
Remaja antara Cinta dan Peduli Sosial
IBW Widiasa Keniten
Masa remaja sebagai
masa transisi dari masa anak – anak menuju masa dewasa. Pada masa ini, ditandai
dengan banyak perubahan baik fisik maupun psikhis. Masa remaja terjadi benturan – benturan dalam dirinya
maupun dengan lingkungannya.
Paling tidak lingkungan terdekatnya, keluarga,
misalnya. Tidak jarang remaja berani melakukan perlawan baik secara pasif
maupun aktif.
Pada masa transisi
inilah perlu adanya tempat penyaluran untuk mewadahi gejolak jiwanya. Puisi
sebagai salah satu alternatif tempat yang positif untuk penyalurannya. Dengan
membangun kreativitas melalui puisi,
minimal menghindarkan diri dari hal – hal yang mengganggu perjalanannya. Remaja
akan merasakan bahwa masa remaja benar – benar bermanfaat bagi dirinya dan juga
bagi lingkungannya.
Tema Percintaan
Meski diakui tema
percintaan dominan dalam puisi remaja, hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari
masa – masa merasakan cinta lawan jenis . Jatuh cinta, cintanya bertepuk sebelah
tangan maupun cinta berjalan mulus adalah hal – hal yang menarik bagi seorang
remaja.
Puisi bertema percintaan ternyata mampu
menciptakan metafora – metafora baru sebagai salah satu pertanda sebuah
kreativitas. Metafora menurut Rachmat Djoko Pradopo ( 1987 : 66) metafora
terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok ( principal term) dan
term kedua ( secondary term). Term pokok disebut juga tenor, term kedua disebut
juga vehicle. Term pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan sedangkan
term kedua atau vechile adalah hal yang untuk membandingkan.
Metafora – metafora sebagai kekuatan dalam
sebuah puisi. Dengan beragamnya metafora, puisi yang diciptakannya pun semakin menarik
untuk dibaca. Misalnya puisi Bahasa Mata
karya Ayu Kartika Putri Gemeh (dimuat
dalam sebuah tabloid pelajar belum lama ini ) berikut :
Bahasa
Mata
Matamu berbicara mewakili hatimu
Namun jiwaku tetap tuli
Yang menyiratkan aura cinta
Ada sejumput rasa yang urung merebak
Dalam ruang hati yang tertutup rapat
Yang kuncinya telah hilang
Di antara kilau jiwaku yang penyair
Metafora – metofora itu misalnya, matamu berbicara mewakili hatimu. Mata
yang dikatakannya berbicara. Secara umum yang berbicara adalah mulut. Akan
tetapi, di sini dikatakan mata berbicara. Ada
pengalihan indera, dari indera penglihatan ke indera suara. Jiwaku tetap tuli. Yang tuli berkaitan
dengan telinga, tetapi dikatakan jiwa yang tuli. Ini menandakan bahwa jiwa itu
tidak mampu mendengarkan perasaan cinta. Sejumput
rasa yang urung merebak. Sejumput berkaitan dengan kata bilangan, misalnya
sejumput garam, tetapi digunakan untuk rasa . Ruang hati yang tertutup rapat. Ruang berkaitan dengan tempat tinggal, rumah
misalnya. Dalam puisi di atas dipakai untuk hati. Hati yang memiliki ruang.Kilau jiwaku. Kilau berkaitan dengan cahaya. Digunakan untuk jiwa.
Ini menandakan bahwa karya puisi remaja
pun beragam menggunakan metafora. Metafora – metafora yang diciptakannya
itu bukanlah metafora yang sudah mati (
dead metafor), yaitu metofora yang sudah
klise.
Peduli
Sosial
Dalam puisi remaja, ternyata tidak selalu
mengungkapkan masalah percintaan antara seorang remaja putra dengan remaja
putri. Bahkan beberapa karya puisi remaja justru mengungkapkan kepedulian
sosial. Remaja tidaklah berdiam diri melihat kesenjangan – kesenjangan sosial.
Hal ini membuktikan remaja tidak berdiam diri melihat permasalahan –
permasalahan sosial.
Kepedulian sosial dapat dibangun dalam
diri seorang remaja. Sedari remaja, jika dibiasakan dengan kepedulian sosial
akan memupuk sikap – sikap yang positif dalam perkembangan selanjutnya. Minimal
bisa merasakan penderitaan yang dialami oleh orang lain. Misalnya dalam puisi
Anak Jalanan karya Ida Ayu Putu Trisna Dewi dan Kemiskinan karya Luh Putu Diah
Mahayanti ( juga dimuat di tabloid pelajar) berikut :
Anak
Jalanan
Lihatlah mereka….
Mengenakan baju compang – camping
Bernyanyi sembari memainkan musik
Hingga keping uang terkumpul di kantong
plastik
Perhatikanlah mereka ….
Membawa tumpukan koran ke sana – sini
Menjajakan koran ke sepanjang jalan
Tanpa mempedulikan setetes keringat yang
jatuh ke tanah
Tanpa mempedulikan teriknya sinar matahari
Bayangkanlah ….
Seperti apa penderitaan mereka
Bagaimana mereka menghadapi penderitaan
ini
Mereka hanya bisa berharap ….
Semoga penderitaan ini segera berakhir
Puisi di atas memperlihatkan seorang
remaja yang mempedulikan kesenjangan sosial. Anak yang mencari kehidupan
sebagai penjual koran dalam panas terik
dan menjajakannya di sebuah trafic light. Harapannya agar semakin
sedikit anak yang menderita.
Tanggapan remaja terhadap kemiskinan yang
dianggapnya sebagai raja. Kemiskinan moral dan kemiskinan harta. Boleh
dikatakan kemiskinan itu menguasai kehidupan manusia. ….kemiskinan yang ada dan selalu/ menjelang/…. Kemiskinan yang meraja … (
Puisi Kemiskinan ).
Puisi remaja boleh dikatakan tidaklah
selalu mengutarakan tentang percintaan. Remaja juga peduli terhadap ketimpangan
– ketimpang sosial yang dirasakannya . Ini sebagai bukti remaja bisa melihat
kenyataan – kenyataan sosial yang berada di lingkungannya.
Penulis adalah guru SMAN 2 Amlapura
Labels: Artikel