Cerpen Kaca Mata

Kaca Mata
Cerpen  IBW  Widiasa Keniten
 

            “ Mana kaca mataku? Mana kaca mataku?’ teriak Nenek Rika. Ia tak bisa melihat tanpa bantuan kaca mata. Gangguan matanya cukup membuat pusing suaminya, Kakek Brata. Mata kananya plus. Mata kirinya selinder. Telah beberapa kali diperiksakan pada dokter ahli mata. Toh tak sembuh dengan baik.
            Nenek Rika dulunya seorang pejabat di sebuah BUMN. Ia katanya pernah menjabat direksi. Tapi, karena terlalu mengikuti keinginannya, ia tertangkap tangan saat melakukan transaksi dengan seorang markus. Nenek terlalu banyak menilep uang perusahaannya. Agar terbebas dari jeratan hokum, nenek bersedia membayar mahal komplotan markus.
            Hari – hari tua nenek Rika dihabiskan dengan merenungi jalan nasibnya. Ia lebih banyak mendekatkan hatinya pada Yang Kuasa. Hampir tidak ada hari tanpa mendengarkan kotbah dari pemuka – pemuka agama. Nenek Rika berharap dalam sisia hidupnya masih ada yang bisa diperbuatnya. Meski telah banyak yang ditinggalkannya.
            Salah satu yang lama menjadi musuhnya adalah ia tak biiasa berkata jujur. Dengan hatinya sendiri ia sering berbohong apalagi pada orang lain. Meski begitu ia berhararap banyak pada perubahan yang terjadi pada dirinya. Minimal dalam detik – detik terakhirnya ada keringanan hukuman yang dirasakannya.
            Dalam setiap perkataannya nenek selalu saja berakhir dengan ampun dan puja – puji pada Tuhan. Setiap yang ada yang menanyai apa yang membuatnya berubah. Ia selalu menjawab. “ Ampun, aku sudah mendekatkan diri pada Tuhan. Jangan diganggu lagi dengan hal – hal yang bersifat duniawi. Aku ingin merasakan kesejukan dari- Nya. Tologlah aku ini. Jangan dikuntit dengan masa lalu. Nenek sudah tak kuat berpikir lagi.”
            Orang – orang yang bergabung dalam perkumpulan suka ngrumpi itu tertawa. Ada yang sinis. Ada yang ngakak. Ada juga yang malu – malu. Ada yang mengulum senyumnya.
            Nenek Rika tak pernah lepas dari senyum. Bibirnya dilipstik. Tampak lebih merah dari bibirnya yang asli. Nenek dulu perokok berat. Gusinya sampai hitam. Syukur giginya tidak terlalu kekuningan karena nikotin.
            Dulu tak ada yang berani nutup mulut saat berbicara dengannya. Tutup mulut sama dengan tak dipercaya. 

Labels: