Genjek: Berpesan Lewat Seni


Genjek: Berpesan Lewat Seni
Ida Bagus Wayan Widiasa Keniten


Genjek sebagai salah satu seni tradisional yang mengombinasikan beragam seni antara lain seni tabuh, seni suara, seni tari. Ketiga seni ini dipadukan dalam genjek. Genjek sempat tumbuh di kabupaten Karangasem.Desa-desa seperti Seraya, Jasri dan beberapa desa lainnya juga memiliki seni tradisi ini. Para pemainnya sebagian besar kalangan muda. Mereka menyatukan diri untuk menjaga tradisi berkesenian. Para pemuda mengekspresikan dirinya ke dalam kelompok-kelompok kesenian. Kegiatan ini tentu saja amat bermanfaat karena di dalamnya ada wahana pelestarian seni budaya mulai dari sastra, budaya, dan juga hakikat menyama braya. Setiap pemain bisa mengali dirinya hingga bisa menemukan hakikat dirinya dalam berkesenian.
Dalam berkesenian tentulah tidak hanya berhenti samapai di sana. Genjek bisa sebagai pelestari bahasa Bali, meningkatkan kerukunan, dan rasa saling menghormati, menghargai sehingga menghasilkan sebuah karya yang bisa menyampaikan pesan-pesan moralitas. Penyampaian pesan lewat seni akan menjadikan pendengar, penonton tidak diceramahi sehingga nilai-nilai moral yang terkadung di dalam tutur kata bisa dihayati lebih indah, lebih merasuk ke dalam hati pendengar mapun penonton.


Dari Percintaan ke Sosial Budaya
Kisah-kisah percintaan bisa dikatakan sebagai awal dalam pengungkapan kehidupan kemanusiaan. Ungkapan rasa cinta dilantunkan dengan lagu diiringi dengan musik penting (sejenis gitar akustik). Alat musik khas milik Karangasem. Nada-nadanya seirama dengan larik-larik lagu percintaan. Percintaan yang diungkpkan di dalamnya ternyata ada petuah-petuah agar selalu waspada sebagai remaja yang sedang dimabuk asmara. Misalnya, Pipi Sujenan (Lesung Pipi): mula saja iluh jegég/ kenyemné manis pipi sujénan/ mapotong poni/ ngulangunin keneh beliné/ beli makita ngulgul/ kadi rasa ngajak melali/ jalan dua-duaan/ madandan tangan/ kema ka Taman Ujung// (memang benar gadis cantik/ senyumnya manis lesung pipi/ berambut berponi/ menggoda hatiku/ kakak ingin menggoda/ rasa ingin mengajak jalan-jalan/ berjalan berdua-duaan/ berpegangan tangan/ ke sana ke Taman Ujung (nama tempat wisata di Kabupaten Karangasem).
Dijawab oleh si gadis seperti ini: Deja beli sanget ngajum/ dewék tiang buka jani/ tiang be nawang tingkah/ para truna-trunané/ dini ditu ngerayu/ tiang merasa jejeh/ pang eda cara senggaké/ telah manisné/ ampasné entungang beli// (jangan kakak terlalu menggoda/ diri adik seperti ini/ adik sudah tahu tingkah polah/ para pemuda/ di sana sini merayu/ adik merasa takut/ agar jangan seperti peribahasa/ habis manis/ sepahnya kakak buang//
Dijawab oleh pemain pria seperti ini: di subané ajak jumah/ mémé lan bapa/ tusing setuju/ ulian liu /satuan anaké di margané/ tiang tusing nawang/ anak ngorahang kéto/ dadi sesambatan/ tau-tauné iluh/ bajang sangian// (setelah ajak berumah tangga/ ayah dan ibu/ kurang setuju/ karena banyak/ berita yang berembus di jalan/ kakak kurang tahu/ orang lain mengatakan begitu/ menjadi bahan gunjingan/ tak disangka adik/ perempuan yang mudah terpikat//
Jika dicermati kisah percintaan yang diungkapkan oleh pemain genjek di atas, sebenarnya yang diungkapkan adalah agar selalu waspada saat-saat mabuk asmara. Seorang gadis hendaknya bisa menjaga dirinya agar menjadi perempuan-perempuan yang selalu berjalan dalam koridor kebenaran (luh luwih). Percintaan hendaknya sebagai wahana untuk saling mengenal hakikat dirinya sebagai insan yang bermoral. Jatuh cinta bukan tempat untuk melampiaskan hawa nafsu. Kesadaran ini amat menarik karena pesan-pesan moralitas ini diungkapkan lewat berkesenian bukan dengan dokrin-dokrin yang sifatnya melarang tanpa alasan yang logis. Bisa dibayangkan jika seorang gadis terjerumus, ia diibaratkan sebagai sepah tebu yang sudah kurang manisnya. Kewaspadaan menjaga moralitas diri ini amat ditonjolkan.
Pelukisan seorang gadis yang cepat terpikat karena rayuan bahkan sampai terjerumus merupakan penyadaran kembali agar seorang remaja selalu menjaga dirinya, selalu menyadari bahwa saat-saat jatuh cinta tidak bisa lepas dari orang lain. Koridor-koridor sosial agama hendaknya selalu dipegang meskipun dalam keadaan mabuk asmara. Pesan-pesan ini bukanlah berlebihan agar selalu ingat dan tidak terjerumus ke jurang penyesalan. Penyesalan selalu datang terlambat. Sebelum menyesal, hendaknya bisa menjaga diri sebagai sebagai seorang remaja baik laki-laki maupun perempuan.
Genjek tidak hanya menyampaikan masalah percintaan para remaja. Seni Genjek juga memotivasi agar selalu menyadari hakikat diri sebagai manusia bermoral, bersosial, dan berbudaya.
Daftar Rujukan
Genjek Karangasem Pipi Sujenan diunduh 21 Juli 2013


Kesenian Genjek di Bali diunduh 21 Juli 2013

Labels: ,