Genjek
: Pengaruh Judi dalam Keluarga
IBW
Widiasa Keniten
Judi
bukanlah barang baru. Dari zaman Mahabrata, sudah ada judi. Bahkan
tidak tanggung-tanggung seorang perempuan suci dipertaruhkan di meja
judi. Kehormatan seorang perempuan seakan tidak ada. Di Bali juga
dalam beberapa kisah menceritakan tentang pengaruh judi seperti kisah
Manik Angkeran dan juga kisah Bagus Diarsa.
Permainan judi
memabukkan dan kerap menimbulkan lupa diri sebagai manusia. Judi bisa
menghancurkan sebuah keluarga. Judi bisa membutakan hati pelakunya.
Akan tetapi, betapa sulitnya berpaling dari judi. Pengaruh lingkungan
amat besar. Dalam lingkungan yang sering terjadi perjudian secara
tidak langsung akan memengaruhi orang-orang di sekitarnya. Genjek
Kadong
Iseng
melantunkannya dalam Bebotoh
(Pejudi).
Seniman
genjek peduli terhadap fenomena sosial masyarakat. Seniman genjek
menyuarakan kejadian dan dampak sosial dari judi. Judi sabungan ayam
dijadikan bahan larik. Tentu saja tidak hanya sabungan ayam bentuk
judian yang ada. Masyarakat modern bahkan melakukan perjudian dalam
dunia maya.
Dampak
Judi bagi Keluarga
Keluarga
dibangun dengan penuh kasih sayang. Sejalan dengan perjalanan waktu,
karakter-karakter asli akan muncul. Dalam hal inilah, pemahaman dan
saling pengertian amat diperlukan. Sebuah keluarga yang di dalamnya
lebih mementingan diri tentu tidak akan berjalan harmonis lebih-lebih
kalau seorang suami yang sebagai kepala keluarga sudah melupakan
tugas-tugasnya. Tugas utamanya tidak hanya menafkahi sang istri
secara lahir-batin juga memberikan kedamaian dan keharmonisan. Akan
tetapi, jika sang suami lupa diri dan terikat pada judi inilah yang
akan merenggut sendi-sendi keharmonisan sebuah keluarga. Kepedulian
terhadap istri tercinta akan berkurang karena hati sudah terbalut
dengan sabungan ayam: Inguh
keneh tiangé/ngelah somah dadi bebotoh/bingung paling peteng
lemah/Beli setate sing ade jumah/tusing pesan inget tekéning
gegaén/seisin umahé makejang gadéang Beli/yéning Beli menang
tusing dadi ape/nanging dikalahé pianak somah dadi sasaran//
(resah hati dan pikiranku, punya suami menjadi pejudi, bingung siang
malam, kakak selalu tidak ada di rumah, sama sekali tidak ingat
dengan pekerjaan, seisi rumah (harta benda) semua digadaikan, jika
kakak menang tidak menjadi apapun, akan tetapi, saat kalah anak istri
menjadi sasaran).
Dalam syair di atas,
keberadaan seorang istri benar-benar tertekan batinnya. Rasa cinta
kasih seorang suami yang sebagai pejudi hilang karena dipengaruhi
oleh judi. Ketertekanan batin seorang istri menggambarkan betapa
tidak pedulinya sang suami. Judi lebih penting dibandingkan dengan
tugas dan kewajibannya. Meninggalkan istri tanpa pesan yang jelas
tentulah akan membuat sang istri gundah gulana. Pekerjaan pokok
sebagai suami juga dilupakan terus apa yang bisa menghidupi keluarga
lebih-lebih semua harta sudah digadaikan? Yang muncul biasanya
pertengkaran dan saling menyalahkan.
Larik /nanging
dikalahé pianak somah dadi sasaran/ (jika
kalah anak istri menjadi sasaran). Larik itu mengisyaratkan terjadi
kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan fisik dan juga kekerasan
psikis. Kekerasan ini berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.
Karena tidak mungkin, anak akan terbiasa melihat kekerasan.
Dampaknya, psikis anak akan terpengaruh. Hal ini semestinya tidak
boleh terjadi. Tumbuh kembang anak amat dipengaruhi oleh pola asuh
orang tua. Kekerasan dalam sebuah keluarga dan sebagai manusia
berbudaya hal ini tidak pantas dilakoni oleh seorang kepala keluarga.
Kepala keluarga yang mestinya memberikan ketenangaan dan keteladanan
dalam kehidupan.
Egoisme seorang
suami muncul. Permohonan seoarang istri agar sang suami meninggalkan
kebiaaan kurang baik itu justru dijawab agar tidak usah mengurusi
dirinya. Semestinya bersyukur memiliki istri yang suka mengingatkan
perilaku sang suami yang dipandangnya menyimpang. Keharmonisan dalam
rumah tangga akan selalu terjaga jika suami-istri saling menghormati,
saling menghargai, dan saling menerima kelebihan dan kelemahan
masing-masing.
Pembenaran terhadap
perilakunya itu dengan menyatakan bahwa sabungan ayam sedari dulu
akan ditutup ternyata tetap bebas: /Eda
adi sanget ngitungang déwék beliné/ampurayang yéning beli sanget
pesan nyakitin adi/tusing nyandang nyelselin hidup beliné/kadén
uling pidan tajéné lakar ketutup/kadén kayang jani dini ditu
setate bebas/ento mekerana de sanget nyalahang beli//
(jangan adik terlalu memikirkan kakak, maaf jika kakak sangat
menyakiti adik,tidak perlu menyesali hidup kakak, bukankah sedari
dulu sabungan ayam akan ditutup? bukankah sampai sekarang di
mana-mana tetap bebas dijalankan? itu makanya jangan terlalu
menyalahkan kakak). Bukannya mengubah kebiasaan berjudinya, justru
menyalahkan situasi. Dalam konteks ini, pengaruh lingkungan dan
ketidakkonsistenan sikap tampak sebagai seorang suami.
Anomali peraturan
disindir dengan amat manis oleh seniman genjek. Peraturan menyatakan
bahwa setiap bentuk perjudian dilarang. Akan tetapi, dalam kenyataan
sosial sabungan ayam masih tetap berjalan. Seniman genjek
mempertanyakan kembali mengenai peraturan itu. Secara tersirat
seniman genjek menyatakan tidak satunya peraturan dengan
pelaksanaannya. Gejala-gejala sosial seperti ini tentu tidak saja
terjadi dalam sabungan ayam.
Istilah
Sabungan Ayam
Istilah-istilah
sabungan ayam digunakan dengan cukup variatif oleh seniman genjek
Kadong
Iseng
dalam Bebotoh
(Pejudi).
Kreativitas perhitungan taruhan dengan nada disentak-sentak
dimainkan. Pendengar akan merasakan nuansa berbeda dalam penggunaan
istilah-istilah taruhan dalam sabungan ayam.
Taruhan itu misalnya
cok,
gasal, nluda, dapang juga
istilah
pruput.
Penggunaan kata-kata taruhan dalam menyelingi syair-syair yang
dilantunkan membuat genjek Bebotoh
lebih atraktif. Selang-seling permainan kata dengan larik: /keneh
inguh kantong puyung/ (Pikiran
resah dan tidak beruang).
Kata-kata yang
diucapkan ini seakan memberi penekanan pada dampak dari sebuah
perjudian. Tidak ada sebuah judi memberi ketenangan lahir dan batin.
Judi bisa memunculkan egoisme dalam bersikap. Keutuhan sebuah
keluarga dipertaruhkan dalam perjudian. Seniman genjek Kadong
Iseng
memberi isyarat akan dampak kurang bagusnya dari sebuah perjudian.
Keluarga bisa berantakan karena sang suami suka berjudi.
Seniman genjek
berpesan akan lebih baik lagi tidak sampai larut dalam perjudian. Di
samping itu, dengan nada satir, sang seniman mempertanyakan kembali
mengenai pelarangan terhadap judi karena melihat kesenjangan yang
terjadi dalam masyarakat. Kepedulian sang seniman terhadap
fenomena-fenomena sosial patut mendapatkan apresiasi yang positif.
Kepedulian terhadap
masalah-masalah sosial digubahnya ke dalam sebuah syair dengan
larik-larik yang menyentuh dan memberikan sebuah renungan untuk
menyadari hakikat sebagai sebuah kepala keluarga. Keharmonisan dan
kerukunan keluarga lebih utama dibandingkan dengan sebuah permainan
judi. Perhatian terhadap tumbuh kembang anak perlu diutamakan. Anak
adalah masa depan sebuah keluarga. Anak sudah sepatutnya mendapatkan
perhatian dan kasih sayang dari seorang kepala keluarga.
Labels: Artikel, Genjek