Menikah
dalam Masa Sekolah
IBW
Widiasa Keniten
Masa remaja adalah
masa menuntut ilmu. Jika dilihat dari perkembangan mental, masa remaja dimulai
dari jenjang SMP sampai SMA. Masa remaja akan muncul rasa ingin tahu. Umumnya
gejolak seksualitasnya mulai tumbuh. Pengawasan dari orang tua dan juga dari
pendidik amat diperlukan. Amat disayangkan jika masa remaja berakhir dengan pernikahan
dini ataupun kehamilan dini. Beban mental tidak hanya dialami oleh si gadis
juga orang tua serta pihak sekolah. Umumnya remaja yang hamil akan meninggalkan
sekolah dan itu artinya masa remaja dan masa belajarnya akan terganggu.
Anak
sekolah menikah dalam usia teramat muda amat beresiko baik secara mental maupun
secara fisik. Usia muda sudah menjadi calon ibu. Kelangsungan pendidikannya
juga akan terputus. Masa depan yang sebelumnya telah direncanakan kandas. Dalam
hal inilah, perhatian lebih dari orang tua diperlukan agar yang telah
direncanakan sebelumnya bisa terwujud.
Pengawasan
Orang tua
Orang tua tentu selalu mengharapkan agar anak kandungnya
berhasil dan bisa meraih masa depannya. Akan tetapi, kenyataannya harapan luhur
dari orang tua kandas di tengah perjalanan. Sebagai orang tua akan makan hati
akibat ulah anak tercintanya. Kehamilan yang tidak diharapkan ini akan
menjadikan remaja menjadi bersalah. Dampaknya tidak hanya bagi kelangsungan
pendidikannya juga bagi perkembangan mental sosialnya. Kegelisahan, kecemasan,
kekhawatiran, dan rasa tidak terima dengan kenyataan yang sedang dihadapinya
akan muncul. Meski pemerintah masih menjalankan paket B maupun paket C akan
lebih baik lagi melakukan pencegahan sedari awal.
Sebagai langkah awal pengawasan dari orang tua amatlah
diperlukan. Orang tua agaknya perlu juga mengenal teman-teman dekatnya di
samping mengenal kebiasaan si anak. Kemajuan teknologi bisa memengaruhi
perkembangan mental dan kepribadian anak yang dalam masa mencari identitas
dirinya. Hp yang dimilikinya sesekali juga dibuka bahkan jika perlu mengawasi
juga saat membuka internet karena tidak jarang remaja bisa dipengaruhi oleh
hal-hal yang teramat sering ditontonnya. Bukanlah berarti orang tua sebagai
polisi bagi anaknya.Orang tua yang suka mendengar keluh kesah anak kandungnya
menumbuhkan keberaniannya untuk mengutarakan isi hatinya. Remaja umumnya akan
merasa lebih dekat dengan sesama remaja. Untuk itulah perlu mengenal asal-usul
teman dekatnya. Karena tidak jarang hal-hal sifatnya pribadi diutarakannya
dengan sesama teman seusianya.
Pengawasan tidak hanya berhenti sampai di sana. Kerja sama
dengan lembaga tempat si remaja menempuh pendidikan tidak kalah pentingnya.
Guru adalah orang tua keduanya di sekolah. Di sekolah, ada guru wali kelas, ada
juga guru bidang studi, maupun guru bimbingan bisa sebagai tempat meminta
informasi mengenai perkembangan si remaja. Remaja yang merasa disayangi dan
dicintai akan tumbuh sebagai remaja yang percaya diri dan peduli dengan
sesamanya.
Menerima
Kenyataan
Remaja yang
hamil sebelum menamatkan jenjang pendidikan akan mengalami tekanan mental
sosial yang teramat sangat. Lingkungan sosialnya akan mengecapnya sebagai
remaja yang tidak bisa menjaga martabat keluarga dan juga harga dirinya sebagai
remaja. Tatapan sinis akan diterimanya. Di sinilah, sikap berani menerima
kenyataan perlu ditumbuhkan. Remaja yang terbiasa dengan kemanjaan perlu
disadarkan bahwa dirinya tidak lagi sebagai remaja. Ia perlu diberikan
bimbingan secara mental dan sosial. Diperlukan sikap lapang dada dari orang tua
maupun dari si remaja. Keberaniannya berbuat disertai dengan keberanian
bertanggung jawab.
Jika sebaliknya terjadi, si remaja akan terus-menerus
merasa dirinya bersalah dan merasa tidak memiliki masa depan dibandingkan
dengan teman-teman seusianya. Mempersiapkan mental si remaja yang sudah salah
langkah memang tidaklah mudah. Ia akan merasa minder karena sudah menjadi orang
tua. Mentalnya belum siap. Akan tetapi, ia mesti menjadikan dirinya sebagai
orang tua baru. Sikap-sikap yang tidak bisa menerima kenyataan akan amat rentan
akan terjadinya perceraian. Sebuah perceraian tentu dampaknya kurang baik tidak
hanya bagi dirinya juga bagi anak yang dilahirkannya.
Pernikahan dini akan berdampak bagi kelangsungan
pendidikan si remaja. Pengawasan dari orang tua juga dari lembaga pendidikan
amat diperlukan agar remaja terhindar dari pernikahan dini. Kesiapan mental
remaja yang menikah dini belum maksimal. Remaja yang karena sudah salah langkah
sebaiknya diberikan pengarahan bahwa dirinya masih punya nilai dalam hidup.
Sikap yang terus-menerus menyalahkan akan membuat remaja itu menjadi minder dan
berpengaruh bagi bayi yang dikandungnya. Remaja yang hamil sebelum
menyelesaikan pendidikannya perlu didampingi agar tumbuh sikap menerima sebuah
kenyataan hidup.
Labels: Esai